Kamis, 17 November 2016

Interaksi manusia dan komputer


Pengertian Interaksi Manusia Komputer Terlengkap – Interaksi manusia dan komputer ialah disiplin ilmu yang mempelajari suatu hubungan antara manusia serta komputer yang meliputi perancangan, evaluasi, serta implementasi antarmuka pengguna komputer agar mudah digunakan oleh manusia.
Sedangkan interaksi manusia dan komputer itu sendiri ialah serangkaian proses, dialog serta  kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk berinteraksi dengan komputer secara interaktif untuk dapat melaksanakan serta menyelesaikan tugas yang diinginkan.

Interaksi Manusia Komputer
Interaksi Manusia Komputer

Interaksi manusia serta komputer ialah suatu ilmu yang sangat berkaitan dengan disain implementasi serta evaluasi dari sistem komputasi iyang interaktif untuk dapat digunakan oleh manusia serta studi tentang ruang lingkupnya, ada interaksi antara satu ataupun lebih manusia serta satu atau lebih komputasi mesin.
Agar komputer dapat diterima secara luas serta digunakan secara efektif, maka perlu dirancang secara baik.
Hal tersebut tidak berarti bahwa semua sistem harus dirancang agar dapat mengakomodasi semua orang, tetapi komputer perlu dirancang agar memenuhi serta mempunyai kemampuan sesuai dengan kebutuhan pengguna secara spesifik.
Tahun 1970 mulailah dikenal istilah antarmuka pengguna (user interface), yang juga dikenal dengan istilah sebagai  Man-Machine Interface (MMI), serta mulai menjadi topik perhatian bagi peneliti dan perancang sistem.
Perusahaan komputer mulai memikirkan aspek fisik dari antarmuka pengguna sebagai faktor untuk penentu keberhasilan dalam pemasaran produknya.
Istilah human-computer interaction (HCI) mulai muncul pada pertengahan tahun 1980-an sebagai bidang studi yang baru. Istilah HCI juga mengisyaratkan bahwa bidang studi ini mempunyai fokus yang lebih luas, tidak hanya pada perancangan antarmuka secara fisik.
HCI didefinisikan ialah sebagai disiplin ilmu yang berhubungan dengan perancangan, evaluasi, serta implementasi sistem komputer interaktif untuk dapat digunakan oleh manusia serta studi tentang fenomena di sekitarnya. HCI pada prinsipnya membuat agar sistem dapat berdialog dengan penggunanya seramah mungkin (user friendly). Tidak hanya pada perancangan layout layar monitor.

Sudut Pandang Pengguna

Dari sudut pandang pengguna ialah keseluruhan sistem sehingga dapat Useful, Usable, Used
Useful ialaha fungsional, dapat mengerjakan sesuatu.
Usable ialah Dapat mengerjakan sesuatu dengan mudah, dan mengerjakan sesuatu yang benar (does the right things).
Used ialah Terlihat baik, tersedia dan diterima atau digunakan oleh organisasi.

Tujuan Interaksi Manusia Komputer

Tujuan utama IMK ialah untuk:
  • Membuat sistem yang lebih dapat:
    1.Berguna (usable).
    2.Fungsional.
    3.Aman.
    4.Produktif.
    5.Efektif.
    6.Efisien.
  • Meningkatkan interaksi antara manusia dengan  sistem komputer :
    Sistem yang bermanfaat (usable) serta aman (safe), ialah sistem tersebut dapat berfungsi dengan baik. Sistem tersebut bisa juga untuk mengembangkan serta meningkatkan keamanan (safety), utilitas (utility), ketergunaan (usability), efektifitas (efectiveness) serta efisiensinya (eficiency).
Para perancang antarmuka manusia serta komputer berharap agar sistem komputer yang dirancangnya dapat bersifat akrab serta ramah dengan penggunanya (user friendly).

Pemahanan Dalam Membuat Antarmuka yang User Friendly


Membuat antarmuka yang baik dibutuhkan pemahaman beberapa bidang ilmu, antara lain ialah :
1. Teknik elektronika  dan ilmu komputer
memberikan kerangka kerja untuk dapat merancang suatu sistem HCI
2. Psikologi
memahami sifat dan kebiasaan, persepsi dan pengolahan kognitif, keterampilan motorik pengguna
3. Perancangan grafis dan tipografi
sebuah gambar juga dapat bermakna sama dengan seribu kata. Gambar dapat digunakan sebagai sarana dialog cukup efektif antara manusia dan komputer
4. Ergonomik
berhubungan dengan aspek fisik untuk mendapatkan lingkungan kerja yang nyaman, misalnya ialah  bentuk meja dan kursi kerja, layar tampilan, bentuk keyboard, posisi duduk, pengaturan lampu.
5. Antropologi
ilmu pengetahuan tentang manusia, yang memberi suatu pandangan tentang bagaimana cara kerja berkelompok yang masing – masing anggotanya dapat memberikan konstribusi yang sesuai dengan bidangnya
6. Linguistik
ialah cabang ilmu yang mempelajari tentang bahasa. Untuk melakukan dialog diperlukan sarana komunikasi yang memadai berupa suatu bahasa khusus, contohnya ialah bahasa grafis, bahasa alami, bahasa menu, bahasa perintah dan lain-lain.
7. Sosiologi
ilmu yang mempelajari tentang pengaruh sistem manusia-komputer dalam struktur sosial, misal adanya PHK dikarenakan adanya otomasi kantor.


http://www.gurupendidikan.com/pengertian-interaksi-manusia-komputer-terlengkap/

Senin, 24 Oktober 2016

Latar belakang munculnya pembaharuan pada islam
Tugas MK Alam Pemikiran Muhammadiyah [ Dosen Fathi Kusuma M.Pd.i]
Pendahuluan
Dalam usaha pembaruan ala barat (sekulerisme), usaha pembaruan malah menjadi usaha pendangkalan dan pemusnahan ajaran Islam. Sedangkan pembaruan dimaksud Islam adalah kembali kepada ajaran Islam yang murni dengan tetap menjaga esensi dan karakteristik ajaran Islam.
Periode modern (1800 M dan seterusnya) adalah zaman kebangkitan bagi umat islam. Ketika mesir jatuh ketangan barat (Perancis) serentak mengagetkan sekaligus mengingatkan umat islam bahwa ada peradaban yang maju di barat sana (eropa) dan merupakan ancaman bagi islam. Sehingga menimbulkan keharusan bagi raja-raja islam dan pemuka-pemuka islam itu untuk melakukan pembaharuan dalam islam.
Dalam kenyataanya (ironis memang) selain radiasi modernisasi yang kuat dari luar, kekeroposan di dalam islam sendiri juga terjadi. Mengakibatkan gerakan-gerakan perlunya pembaharuan dalam islam. Namun, dalam perjalanannya di dalam islam terjadi perbedaan pandangan tentang bagaimana menyikapi dan menindaklanjuti pembaharuan dan atau modernisasi dalam islam.
Hal sedemikian itu menyebabkan munculnya istilah kaum medernis dan kaum tradisionalis. Basis Islam tradisional dan legitimasi masyarakat kaum Muslim perlahan-lahan berubah sejalan dengan makin disekularkannya ideologi, hukum dan lembaga-lembaga negara. Secara kasat mata terjadi dua sudut pandang yang berbeda, lambat laun terlihat adanya benang merah yang bisa ditarik (muncul titik temu) dari dua pandangan tersebut yang bisa ditarik (tentunya masih menyisakan pandangan yang berbeda pula),Yaitu, yang dimaksud dengan pembaharuan dalam islam, bukan mengubah Al-quran dan Al-hadis, tetapi justru kembali kepada Al-quran dan Al-hadis, sebagai sumber ajaran islam yang utama. Dengan pengamalan-pengamalan yang murni tanpa terkontaminasi paham-paham yang bertentangan dengan Al-quran dan Al-hadis itu sendiri.
2. Pemikiran Gerakan Pembaharuan Islam Oleh:
1. Taqiyuddin Ibnu Taimiyah (1263-1350)
a. Riwayat hidup
Ibnu Taymiyah yang nama lengkapnya Taqiyudin Abdul Abbas bin abdul Halim bin Abdus salam bin Taimiyah Al Harani Al Hanbali lahir pada tanggal 22 januari 1263 Miladiyah di Kota Harran, siria. Ibnu Taimiyah pertama kali belajar ilmu agama kepada ayahnya yang bernama Syihabudin yang terkenal alim dalam ilmu hadist dan khatib terkenal di Masjid Damaskus, Siria. Kemudian ia melanjutkan belajar kepada beberapa ulama terkenal seperti Zainudin Al Muqaddasy, Najamuddin Ibnu Syakir, Zainab binti Makky dan ulama lain di kota Damaskus, Siria.
Pada masa hidupnya, ibnu taimiyah menyaksikan serbuan pasukan tartar telah menggilis wilayah islam sejak dari tepi sungai Indus sampai sungai eufrat dan terus bergerak maju menuju syam disatu sisi. Sementara di sisi lain untuk Islam sepeninggal Imam Al Ghazali mengalami kemerosotan kembali yang cukup mengesankan akibat logis dari pertempuran berat dan panjang ketika mengghadapi pasukan tartar selama lima puluh tahun.
Dengannya umat islam dihantui oleh rasa ketakutan dan gemetar dalam hati sanubari mereka.
Ketika orang-orang Tartar berkuasa dan menanamkan pengaruhnya dikalangan umat para ulama, fuqaha(ahli fiqih) dan para pengusa, moral dan kemerosotan umat islampun makin menjadi-jadi dan bahkan jauh lebih hancur ketimbang masa-masa sebelumnya. Taqlid buta merajalela, sehingga mazhab-mazhab fiqh dan aliran teknologi hampir berubah menjadi agama. Ijtihadpun berubah menjadi suatu kemaksiatan, bid’ah dan khurafat disandarkan pada hukum syara’ dan merujuk kepada kitab Allah dan Sunnah Rasul merupakan suatu dosa yang tidak terampunkan. Dalam keadaan seperti ini, masyarakat Islam makin terjerumus pada kebodohan dan kesesatan, sedangkan para ulama hanya memiliki wawasan yang sempit.
Tidak lama kemudian munculah seorang imam dan ulama hadits yang mencoba untuk memperbaiki umat Islam yang tengah dilanda kezaliman dan kebobrokan. Imam tersebut adalah Ibnu Taimiyah. Kegigihan dan ketinggian semangatnya dalam mendalami agama menghantarkannya pada kedudukan mujtahid mutlak.
b. Ide Pembaharuanya
Kerangka dasar pemikiran Ibnu Taimiyah adalah menunjukkan bahwa Islam dan pembaharuan Islam memerlukan suatu cara, yaitu jalan tengah dan sintetik (buatan). Pada kenyataannya, jalan tengah harus dipadukan dengan perkembangan dalam Islam yang bermacam-macam tersebut dengan tetap berpegang pada ajaran pokok Islam yang termaktub dalam al Qur’an dan Sunnah yang murni, yang tidak terkontaminasi oleh budaya-budaya asing.
Adapun ide-ide pembaharuan Ibnu Taimayah adalan sebagai berikut :
Pertama, melakukan kritik dengan cara yang jauh lebih tajam dan ketat dibanding apa yang telah dilakukan oleh imam gazali.
Kedua, menegakkan dalil dan bukti berdasarkan akidah, hukum dan kaidah-kaidah islam dengan sseirama dengan apa yang dilakukan Imam Al Gazali, dan bahkan bila dilihat apa yang dikemukakan Imam Al Gazali benyak sekali mempergunakan istilah-istilah logika.
Ketiga, Ibnu Taimiyah tidak saja menolak segala bentuk taqlid buta, melainkan lebih dari itu.
Keempat, memerangi bid’ah, taqlid, kemajuan berfikir, kesesatan aqidah, dan dekadensi moral.
Ijtihad dalam islam memegang peran yang sangat besar karena hanya dengan prinsip inilah islam akan selalu menjadi dinamis, hidup dan maju serta tidak akan pernah ketinggalan zaman. Dengan prinsip ijtihad inilah yang memungkinkan perkembangan dan kemajuan yang bersinambungan didalam syari’ah.
2. Muhammad Ibnu Abdul Wahhab (1703-1787)
Muhammad bin Abdul Wahab hidup di tengah-tengah keluarga yang dikenal dengan nama keluarga ‘Musyarraf’ (alu Musyarraf). Alu Musyarraf merupakan cabang dari kabilah Tamin. Sedangkan Musyarraf adalah kakeknya yang ke-9 menurut riwayat yang rajah. Dengan demikian nasabnya adalah Muhammad bin Abdul Wahab bin Sulaiman bin Ali Ahmad bin Rasyid bin Buraid bin Muhamad bin Buraid bin Musyaraf.
Dia dilahirkan di daerah Uyainah pada tahun 1115 H, terletak di wilayah Yamamah yang masih bagian dari Nejd. Uyainah berada di arah barat laut dari kota Riyadh yang berjarak sekitar 70 KM. Ia wafat pada 29 Syawal 1206 H (1793) dalam usia 92 tahun, setelah mengabdikan diri dalam da’wah dan jihad, termasuk memangku jabatan sebagai menteri penerangan kerajaan Arab Saudi.
Dia tumbuh di lingkungan keluarga yang cinta ilmu. Ayahnya adalah seorang ulama besar negara yang memegang jabatan peradilan di beberapa daerah. Kakeknya, Syaikh Sulaiman bin Ali adalah seorang ulama terkemuka dan juga imam dalam ilmu fiqh. Jabatan lain yang juga diemban Syaikh Sulaiman adalah sebagai mufti Negara. Di bawah bimbingannya, lahir sejumlah ulama dan para murid yang tersebut di seluruh semenanjung Arab. Maka, wajar jika kemudian lahir seorang keturunan yang faqih dan alim pula. Muhammad bin Abdul Wahab hafal al-Qur’an sebelum usianya mencapai sepuluh tahun, ia belajar fiqh dan hadits dengan ayahnya sendiri, dan belajar tafsir dari guru-guru dari berbagai negeri, terutama di Madinah al-Munawwarah serta memahami Tauhid dari al-Qur’an dan Sunnah.
Ibnu Khadamah, seorang ulama Timur Tengah mengatakan, “Muhammad bin Abdul Wahab telah menerapkan semangat menuntut ilmu sejak usia dini. Dia memiliki kebiasaan yang sangat berbeda dengan dengan anak-anak sebayanya.
Dia tidak suka bermain-main dan perbuatan yang sia-sia. Karena kecintaannya pada ilmu sangat tinggi, dan melihat kondisi masyarakatnya yang kacau balau itulah yang membuat Muhammad bin Abdul Wahab melanglang buana untuk bisa menimba ilmu dari para ulama. Ia pernah mengatakan di dalam kitab al-Rasâil al-Syakhsiyyah, yang kemudian dinukil oleh Ibrahim bin Usman bin Muhammad Al-Farisi di dalam kitab Asyhar Aimmah Da’wah Khilal al-Qarnayn, “Diketahui bahwasannya penduduk negriku dan negeri Hijaj yang mengingkari hari kebangkitan itu lebih banyak jumlahnya dari pada yang meyakininya, yang mengenal agama lebih sedikit jumlahnya dari pada yang tidak mengenalnya, yang menyia-nyiakan shalat itu lebih banyak jumlahnya dari pada yang menjaganya dan yang enggan mengeluarkan zakat itu lebih banyak jumlahnya dari pada yang mengeluarkannya”. Dikatakan juga bahwa dalam diri Muhammad bin Abdul Wahab terlihat adanya perpaduan antara karakter ayah dan pamannya.
Ia mempunyai ingatan yang cukup baik dan kecintaan yang luar biasa dalam mencari ilmu, sehingga tidak jarang ia mendebat ayah dan pamannya dalam berbagai masalah. Ia juga sering mendiskusikan kitab al-Syarh al-Kabîr dan kitab al-Mugni wa al-Inshaf.
Ketika berada di Madinah, ia melihat banyak ummat Islam di sana yang tidak menjalankan syari’at dan berbuat syirik, seperti perbuatan mengunjungi makam seorang tokoh agama kemudian memohon sesuatu kepada kuburan dan penghuninya. Hal ini menurut dia sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang mengajarkan manusia untuk tidak meminta selain kepada Allah. Hal inilah yang mendorong Syekh Muhammad bin Abdul Wahab untuk memperdalam ilmu ketauhidan yang murni (‘aqîdah sahîhah). Ia pun berjanji pada dirinya sendiri akan berjuang untuk mengembalikan akidah umat Islam di sana sesuai keyakinannya, yaitu kepada akidah Islam yang murni (Tauhid), jauh dari sifat khurâfat, takhayûl, atau bid’ah. Untuk itu, ia pun mulai mempelajari berbagai buku yang ditulis para ulama terdahulu. Lama setelah menetap di Madinah ia pindah ke Basrah. Di sana ia bermukim lebih lama sehingga banyak ilmu-ilmu yang diperolehnya, terutama di bidang hadits dan Musthalah-nya, fiqh dan ushl fiqh-nya, serta ilmu gramatika (ilmu qawâ’id).
Kondisi Nejd di Jaman Pemerintahan Dinasti Turki
Nejd adalah suatu daerah yang sangat terpencil di pedalaman Arab Saudi, daerah yang tandus dan tidak banyak diperhatikan orang sebelum timbulnya gerakan pembaharuan yang dilancarkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab. Walaupun daerah ini secara resmi merupakan wilayah kekuasaan Turki pada saat itu, namun pemerintah Turki kurang memperhatikan daerah itu, dan tidak mempunyai wakil pemerintahan yang efektif di daerah yang dianggap tidak penting ini. Sehingga kabilah-kabilah Arab yang mendiami daerah ini tetap sebagai kelompok-kelompok yang bebas di bawah bimbingan kepala-kepala suku (‘amir-‘amir). Beberapa sejarawan seperti Ibnu Ghudamah, Ibnu Basyar dan lainnya menggambarkan keadaan penduduk negeri Nejd ketika itu banyak dikuasai oleh praktik-praktik bid’ah, khurâfat, kesyirikan dan keterbelakangan dalam memahami agama-agama yang benar. Pandangan masyarakat Nejd terhadap seseorang bergantung pada nasab yang ia miliki. Pada masa itu masyarakat Nejd terbagi menjadi dua kelompok atau dua golongan, Hadhari dan Badawi (Badui). Orang Badui konsisten dengan kehidupan padang pasirnya. Mereka merasa bahwa orang-orang Hadhari lebih rendah di hadapan mereka.
Di awal abad ke-12 H, kawasan Nejd dikuasai oleh kabilah-kabilah. Setiap daerah memiliki ‘amir. Masing-masing daerah/kabilah memiliki kemerdekaan penuh mengatur rumah tangganya sendiri sehingga lebih menyerupai kerajaan-kerajaan kecil. Daerah Uyainah dipimpin oleh Alu Ma’mar, Riyayyah dipimpin oleh Alu Sa’ud, Riyadh oleh Alu Duwas, Hail oleh Alu Ali, Qushaim oleh Alu Hujailan, dan bagian utara Nejd oleh Alu Syubaib.
Lahirnya Da’wah Muhammad bin Abdul Wahab
Dalam kondisi yang sangat sulit, situasi yang buruk, serta keadaan yang gelap gulita, terbitlah cahaya kebenaran yang menyinari segenap ufuk cakrawala, yaitu ketika Muhammad bin Abdul Wahab berusaha bangkit dengan membawa da’wah tauhid dan sunnah Nabi. Peristiwa monumental tersebut terjadi pada pertengahan abad ke-20 Hijriyah, ketika ayah ia masih hidup. Demi memikirkan masa depan agama dan ummat, sang ayah ikut merasa prihatin. Namun, ia menyuruh putranya agar tetap tegar. Ketika sang ayah meninggal dunia pada tahun 1153 H, Muhammad Bin Abdul Wahab mulai berani terang-terangan menyingkap kebenaran, memantapkan tauhid, mengibarkan sunnah Nabi saw, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar. Ia mengingkari berbagai macam bid’ah atau sesuatu yang diada-adakan dalam urusan akidah, ibadah dan istiada. Ia juga menyebarluaskan ilmu, menegakkan hukum, menyingkap kejelekan keadaan orang-orang yang jahil, serta menentang orang-orang yang suka berbuat bid’ah dan menuruti keinginan-keinginan hawa nafsu. Pada waktu itulah ia menjadi terkenal dan ikut bergabung bersamanya orang-orang yang ikhlas, shalih, dan bersemangat dalam memperbaiki agama ini. Ada beberapa orang yang kemudian ikut bergabung bersamanya, terlebih ketika ia melakukan penebangan terhadap pohon-pohon yang dikeramatkan oleh banyak orang Uyainah. Selanjutnya, ia merobohkan bangunan-bangunan yang berdiri di atas kuburan dan menghukum rajam terhadap wanita yang mengaku kepadanya telah berzina setelah syarat-syaratnya terpenuhi. Keberanian itu membuatnya semakin terkenal sehingga membuat banyak orang yang kemudian bergabung membelanya secara terang-terangan. Sedangkan orang-orang yang ragu menjadi takut dan juga segan kepadanya.
Dasar-Dasar Da’wah Muhammad bin Abdul Wahab
Seruan da’wah Muhammad bin Abdul Wahab adalah berdasarkan pada manhâj Islam yang benar sesuai kaedah-kaedah serta prinsip-prinsip agama. Yang paling menonjol ialah upaya untuk memurnikan ibadah hanya kepada Allah semata dan kesetiaan untuk selalu mentaati Allah serta Rasulullah SAW. Ia sangat antusias dalam melakukan hal-hal sebagai berikut :
· Menanamkan Tauhid secara mendalam dan membasmi syirik serta berbagai macam bid’ah.
· Menegakkan kewajiban-kewajiban agama dan syi’ar-syi’arnya, seperti shalat, jihad dan amar ma’ruf nahi mungkar.
· Mewujudkan keadilan di bidang hukum dan lainnya.
· Mendirikan masyarakat Islam yang berdasarkan tauhid, sunah, persatuan, kemuliaan, perdamaian dan keadilan.
Semua ini berhasil terwujud di negara-negara yang terjangkau atau yang telah terpengaruh oleh da’wah dan seruannya. Gambaran tersebut nampak jelas di wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan pemerintah Arab Saudi sebagai pengibar bendera gerakan reformasi pada tiga abad periode. Setiap negara yang terjangkau oleh gerakan ini akan kental dengan warna tauhid, iman, sunnah Nabi, perdamaian dan kesejahteraan. Hal ini demi mewujudkan apa yang telah dijanjikan oleh Allah di dalam firmanNya yang artinya,
“Sesungguhnya Allah pasti akan menolong orang-orang yang menolong agama-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar maha kuat lagi maha perkasa, yaitu orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf, dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allahlah kembali segala urusan” (QS. Al-Hajj:40-41).
Keistimewaan Da’wah Muhammad bin Abdul Wahab
Da’wah yang dilakukan Muhammad bin Abdul Wahab mempunyai banyak kesitimewaan, diantaranya adalah :
1. Perilaku yang Jernih
Sesungguhnya perilaku Muhammad bin Abdul Wahab telah tercermin di dalam pribadi, ilmu, sikap agama, akhlak, dan pergaulannya terhadap orang-orang yang mendukung maupun yang menentangnya.
2. Sumber Yang Bersih
Sumber ilmu, adab, dan akhlak yang diterima oleh Muhammad bin Abdul Wahab adalah sumber-sumber yang syar’i, fitrâh, kuat, dan murni. Hal ini merupakan cerminan dari al-Qur’an, sunnah Nabi, dan jejak peninggalan para salaf al-shâlih yang lepas dari falsafah dan tasawuf, kesenangan nafsu, dan kerancuan-kerancuan dalam lingkungan keluarga.
3. Manhâj Yang Baik
Dalam menjabarkan ketetapan agama kepada para pengikut dan orang-orang menentangnya adalah manhaj Syar’i yang salaf, murni, bersih dari kotoran-kotoran, asli, kokoh, terang, realistis, yang berpedoman pada al-Qur’an dan sunnah, serta patut untuk mendirikan sebuah masyarakat Islami.
4. Berorientasi pada Manhâj Salaf al-Shâlih
Da’wah Islam Muhammad bin Abdul Wahab dalam segala sesuatu menggunakan manhâj salaf al-shâlih. Itulah yang membuat manhâj-nya memiliki ciri khas tersendiri, yakni murni, realiatis, mantap dan meyakinkan. Hasilnya ia sanggup menegakkan syi’ar dan dasar-dasar agama sangat sempurna, yang meliputi masalah tauhid, shalat, jihad, amar ma’ruf nahi mungkar, penegak hukum, keadilan, keamanan, tampilnya keutamaan-keutamaan dan tersembunyinya kerendahan-kerendahan. Agama dan ilmu menjadi sangat marak di setiap negara yang terjangkau oleh seruan da’wahnya yang ada di Kerajaan Arab Saudi.
5. Penuh Semangat dan Berwawasan Luas
Hal lain yang membuat manhâj Muhammad bin Abdul Wahab menjadi istimewa ialah semangat dan keyakinannya yang sangat tinggi dalam menegakkan kalimat Allah, membela agama, menyebarkan Sunnah Nabi dan mengobati penyakit-penyakit yang diderita oleh ummat berupa berbagai macam bid’ah, kemungkaran, kebodohan, perpecahan, kedzaliman dan keterbelakangan. Semangat yang tinggi dan wawasan luas dalam hal teori dan praktek yang dimilikinya nampak jelas dari banyak hal. Diantaranya adalah:
· Perhatiannya yang fokus terhadap masalah-masalah yang utama, seperti masalah tauhid dan kewajiban-kewajiban agama, dengan tidak mengenyampingkan masalah-masalah yang lainnya.
· Kesiapannya sejak dini untuk menghadapi berbagai rintangan, ditambah wawasan yang luas dan kemampuan memiliki antipasi yang peka untuk menghadapi segala sesuatu yang akan terjadi.
6. Kemampuan dan Kesuksesan
Berkat Muhammad bin Abdul Wahab, Allah berkenan menolong agama dan memuliakan sunnah Nabi. Ia baru meningal dunia setelah sempat menyaksikan buah da’wahnya yang ia rintis dengan susah payah, yakni dengan berkibarnya bendera sunnah dan berdirinya negeri tauhid pada zaman pemerintahan Imam Abdul Aziz bin Muhamad dan Putranya, Sa’ud. Bendera tersebut terus berkibar melambangkan kejayaan, kemenangan, kewibawaan, kekuasaan, dan kedamaian. Hal itu dilihat sebagai dominasi agama dan tenggelamnya berbagai macam bid’ah. Dan, kebanyakan gerakan-gerakan Islam sekarang ini merupakan kelanjutan yang alami dari gerakan Salafiyah di jazirah Arab.
Gagasan dan Pemikiran Da’wah
Diantara gagasan dan pemikiran da’wah Muhammad bin Abdul Wahab adalah :
1. Mengembalikan Islam kepada Al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw.
2. Berpegang teguh kepada manhâj ahl al-Sunnah dalam mengambil dalil dan membangun kerangka berfikir.
3. Membersihkan faham tauhid untuk kembali kepada pemahaman yang benar.
4. Berorientasi pada pemahaman tauhid ‘ubudiyah
5. Menghidupkan kewajiban jihad
6. Menghentikan perbuatan bid’ah dan khurafat yang disebabkan oleh kebodohan.
Metode Da’wah Muhammad bin Abdul Wahab
1. Da’wah bî al-Lisân
Salah satu metode da’wah Muhammad Bin Abdul Wahab adalah dengan menyampaikan da’wahnya secara lemah lembut, walaupun pada hakikatnya tidak ada kompromi terhadap kemusyrikan. Contohnya ketika Muhammad bin Abdul Wahab diancam akan dibunuh atau diusir penguasa, yakni Utsman ibn Ma’mar yang mendapat tekanan dari ‘amir Badawi yang mengirim surat ancaman kepadanya dan memerintahkannya agar menghabisi nyawa Muhamamab bin Abdul Wahab. ‘Amir Utsman khawatir seandainya ia tidak menuruti kemauannya, ‘amir Badawi itu akan mogok membayar upeti dan bahkan memeranginya. Maka ia berkata kepada Muhammad bin Abdul Wahab, “’Amir Badawi telah menyurati kami dan menghendaki begini dan begitu, sedangkan kami tidaklah mungkin untuk membunuh anda, namun kami pun takut kepada ‘amir Badawi dan kami tidak mampu untuk menghadapi serangannya. Karenanya, jika Anda memandang baik untuk keluar dari lingkungan kami, lakukanlah!”. Maka Muhammad bin Abdul Wahab menjelaskan dengan lidahnya yang fasih,“Bahwasannya yang aku da’wahkan ini adalah agama Alah SWT dan penerapan secara sebenarnya dalil kalimat lâ ilâha illallâh. Dari kesaksian Muhammad adalah utusan Allah maka barang siapa berpegang teguh kepada agama Islam ini dan membelanya dengan segala kesungguhan, niscaya akan ditolong dan dikukuhkan Allah SWT sehingga dapat menaklukkan negeri-negeri musuhnya. Jika Tuan sabar, tegak pada yang haq dan menerima karunia da’wah tauhid ini, maka nantikanlah berita gembira. Allah SWT akan menolong dan membela tuan serta akan melindungi tuan dari ‘amir Badawi itu dan yang lain, dan Allah SWT pun akan memberikan kekuatan tuan untuk dapat menundukkan negeri dan kabilahnya.”
2. Da’wah bî al-Kitâb
Muhammad bin Abdul Wahab memusatkan perhatian untuk menekuni kitab-kitab yang bermafaat dan dikajinya. Sebelumnya Muhammad bin Abdul Wahab memusatkan perhatiannya untuk menekuni Kitabullah. Ia memiliki buah kajian yang sangat berharga dalam menafsirkan al-Qur’an dan menggali hukum atau nilai darinya. Ia juga memusatkan perhatiannya untuk menekuni sirah rasul dan para sahabat. Ia menekuni itu semua dengan seksama hingga mendapatkan semacam dorongan kekuatan yang dengannya dia merasa diberi Allah SWT kekukuhan batin pada kebenaran.
Muhammad bin Abdul Wahab aktif dalam menulis, ia menjadikannya sebagai sarana da’wah dalam hidupnya. Diantara karyanya yang sangat praktis adalah kitab al-Tawhid al-ladzî huwa Haqqullâh ‘ala al-‘Abid dan Kasyfu al-Syubahât. Kitab ini bila dibanding dengan kitab-kitab ilmu kalam pada umumnya, baik yang disusun oleh golongan Mu’tazilah maupun yang dari golongan Asy’ariyyah Maturidiyah, maka jelas sekali perbedaaanya. Kitab-kitab lain yang merupakan hasil karyanya antara lain Ushl al-Tsalâtsah wâ Dillâtuh (penjelasan tentang Allah, agama, Islam, dan Rasulullah), Syurût Sholâh wa arkânuh (syarat dan rukun shalat), al-Qowâ’id al-‘Arba’ (empat kaidah dalam Islam), Ushl al-Iman, Kitâb al-Kabâir, Kitâb Fadhâil al-Islam, Nashîhah al-Muslimîn, Sittah mawadhi in al-shirâh, Tafsîr al-Fâtihah, Masâil al-Jahîliyyah, Tafsîr al-Shahâdah,Tafsîr li Ba’dhi Suwar al-Qur’ân, Kitâb al-shirah, al-Hadyu al-nabawî .
3. Da’wah bî al-Murâsalah
Da’wah bi al-Murâsalah atau yang lazim disebut dengan surat menyurat merupakan salah satu metode yang dipraktekkan oleh Muhamad bin Abdul Wahab dalam menebarkan da’wahnya. Ia menyisihkan waktunya untuk menulis surat-surat da’wah yang disampaikan kepada para penguasa dan ulama. Da’wah bi al-Murâsalah merupakan metode da’wah yang pernah dipraktekkan oleh Rasulullah SAW. Beliau pernah mengirim surat kepada raja Najasyi, raja mesir, raja persi, Rum, Amman dan lainnya.
4. Da’wah dengan Tangan
Besar kemungkinan istilah da’wah melalui tangan ini diambil dari istilah tangan sebagaiman disebutkan dalam hadits Nabi,
“Barang siapa diantara kalian melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah dia mencegah dengan tangannya, jika dia tidak sangup demikian, maka dengan lisannya, dan jika tidak sanggup demikian maka dengan hatinya, dan yang ini adalah selemah-lemah iman”. (H.R. Muslim)
Hadits di atas kiranya menjadi petunjuk dan pendorong bagi Muhammad bin Abdul Wahab untuk menghancurkan tempat-tempat yang dianggapnya berbau syirik. Hal tersebut dapat dibuktikan ketika Muhammad Bin Abdul Wahab melakukan da’wah dengan tindakan nyata untuk menghilangkan ke-jahiliyah-an dengan tangannya sendiri.
Dia pernah berkata kepada Utsman bin Ma’mar agar menghancurkan kubah yang di bangun di atas kuburan Zaid. Selain makam Zaid, di sana ada juga makam-makam lain. Salah satunya adalah yang disebut makam Dhihar al-Azûr. Makam ini pun berkubah dan dihancurkan juga. Ada juga tempat-tempat yang dikeramatkan seperti kuburan-kuburan, gua-gua dan pohon-pohon yang disembah, juga disirnakan dan dimusnahkan. Dan masyararakat pun telah diberi peringatan agar menjauhi dari semua itu.
5. Koalisi Dengan Penguasa
Pada awalnya Muhammad bin Abdul Wahab berkoalisi dengan ‘amir ‘Usamah bin Ma’mar di Uyainah. Ia berencana untuk membangun Islam dengan sistem ibadahnya yang betul dan kehidupan sosial yang sehat, jauh dari segala angkara murka dan maksiat. Dengan dukungan ‘amir ‘Utsman bin Ma’mar, ia memerangi segala bentuk takhâyul, khurafat dan maksiat yang terdapat di sekitarnya.
Tantangan Terhadap Dakwah Salafiyyah
Sebagaimana lazimnya, seorang pemimpin besar dalam suatu gerakan perubahan, maka Tuan Syeikh Muhammad bin ‘Abdul Wahab pun tidak lepas dari sasaran permusuhan dari pihak-pihak tertentu, baik dari dalam maupun dari luar Islam, terutama setelah Tuan Syeikh menyebarkah dakwahnya dengan tegas melalui tulisan-tulisannya, baik berupa buku-buku maupun surat-surat yang tidak terkira banyaknya. Surat-surat itu dikirim ke segenap penjuru negeri Arab dan juga negeri-negeri Ajam (bukan Arab).Surat-suratnya itu dibalas oleh pihak yang menerimanya, sehingga menjadi beratus-ratus banyaknya. Mungkin kalau dibukukan niscaya akan menjadi puluhan jilid tebalnya.Sebahagian dari surat-surat ini sudah dihimpun, diedit serta diberi ta’liq dan sudah diterbitkan, sebahagian lainnya sedang dalam proses penyusunan. Ini tidak termasuk buku-buku yang sangat berharga yang sempat ditulis sendiri oleh Tuan Syeikh di celah-celah kesibukannya yang luarbiasa itu. Adapun buku-buku yang sempat ditulisnya itu berupa buku-buku pegangan dan rujukan kurikulum yang dipakai di madrasah-madrasah ketika beliau memimpin gerakan tauhidnya.
Tentangan maupun permusuhan yang menghalang dakwahnya, muncul dalam dua bentuk:
Permusuhan atau tentangan atas nama ilmiyah dan agama,
Atas nama politik yang berselubung agama.
Bagi yang terakhir, mereka memperalatkan golongan ulama tertentu, demi mendukung kumpulan mereka untuk memusuhi dakwah Wahabiyah.Mereka menuduh dan memfitnah Tuan Syeikh sebagai orang yang sesat lagi menyesatkan, sebagai kaum khawarij, sebagai orang yang ingkar terhadap ijma’ ulama dan pelbagai macam tuduhan buruk lainnya.Namun Tuan Syeikh menghadapi semuanya itu dengan semangat tinggi, dengan tenang, sabar dan beliau tetap melancarkan dakwah bil lisan dan bil hal, tanpa mempedulikan celaan orang yang mencelanya,
Pada hakikatnya ada tiga golongan musuh-musuh dakwah beliau:
Golongan ulama khurafat, yang mana mereka melihat yang haq (benar) itu batil dan yang batil itu haq. Mereka menganggap bahwa mendirikan bangunan di atas kuburan lalu dijadikan sebagai masjid untuk bersembahyang dan berdoa di sana dan mempersekutukan Allah dengan penghuni kubur, meminta bantuan dan meminta syafaat padanya, semua itu adalah agama dan ibadah. Dan jika ada orang-orang yang melarang mereka dari perbuatan jahiliyah yang telah menjadi adat tradisi nenek moyangnya, mereka menganggap bahwa orang itu membenci auliya’ dan orang-orang soleh, yang bererti musuh mereka yang harus segera diperangi.
Golongan ulama taksub, yang mana mereka tidak banyak tahu tentang hakikat Tuan Syeikh Muhammad bin ‘Abdul Wahab dan hakikat ajarannya. Mereka hanya taqlid belaka dan percaya saja terhadap berita-berita negatif mengenai Tuan Syeikh yang disampaikan oleh kumpulan pertama di atas sehingga mereka terjebak dalam perangkap asabiyah yang sempit tanpa mendapat kesempatan untuk melepaskan diri dari belitan ketaksubannya. Lalu menganggap Tuan Syeikh dan para pengikutnya seperti yang diberitakan, iaitu; anti auliya’ dan memusuhi orang-orang soleh serta mengingkari karamah mereka. Mereka mencaci-maki Tuan Syeikh habis-habisan dan beliau dituduh sebagai murtad.
Golongan yang takut kehilangan pangkat dan jabatan, pengaruh dan kedudukan. Maka golongan ini memusuhi beliau supaya dakwah Islamiyah yang dilancarkan oleh Tuan Syeikh yang berpandukan kepada aqidah Salafiyah murni gagal kerana ditelan oleh suasana hingar-bingarnya penentang beliau.
Demikianlah tiga jenis musuh yang lahir di tengah-tengah nyalanya api gerakan yang digerakkan oleh Tuan Syeikh dari Najd ini, yang mana akhirnya terjadilah perang perdebatan dan polemik yang berkepanjangan di antara Tuan Syeikh di satu pihak dan lawannya di pihak yang lain. Tuan Syeikh menulis surat-surat dakwahnya kepada mereka, dan mereka menjawabnya. Demikianlah seterusnya.
Detik-Detik Terakhirnya Beliau
Muhammad bin ‘Abdul Wahab telah menghabiskan waktunya selama 48 tahun lebih di Dar’iyah. Keseluruhan hidupnya diisi dengan kegiatan menulis, mengajar, berdakwah dan berjihad serta mengabdi sebagai menteri penerangan Kerajaan Saudi di Tanah Arab. Dan Allah telah memanjangkan umurnya sampai 92 tahun, sehingga beliau dapat menyaksikan sendiri kejayaan dakwah dan kesetiaan pendukung-pendukungnya. Semuanya itu adalah berkat pertolongan Allah dan berkat dakwah dan jihadnya yang gigih dan tidak kenal menyerah kalah itu. Kemudian, setelah puas melihat hasil kemenangannya di seluruh negeri Dar’iyah dan sekitarnya, dengan hati yang tenang, perasaan yang lega, Muhammad bin ‘Abdul Wahab menghadap Tuhannya. Beliau kembali ke rahmatullah pada tanggal 29 Syawal 1206 H, bersamaan dengan tahun 1793 M, dalam usia 92 tahun. Jenazahnya dikebumikan di Dar’iyah (Najd).
3. Jamaluddin Al Afgani (1839-1897)
a. Riwayat Hidup
Jamaluddin al-Afgani merupakan salah satu pemberharu Islam yang sangat dikenal. Ia sangat gigih memperjuangkan Islam meskipun menghadapi rintangan yang mengakibatkan kematiannya.
Jamaluddin al-Afgani nama aslinya adalah Muhammad Ibnu Safdar al-Husainy. Ia lahir pada tahun 1838 M di Kota Asadabad. Kawasan distri Kabul, bagian timur Afghanistan. Ia wafat pada tahun 1897 M di Iran dalam status tahanan politk.
Sejak kecil, ia sudah belajar membaca al-Qur’an, bahasa Arab, Persia, Ilmu tafsir, ilmu hadist, tasawuf, dan filsafat. Ia juga pernah menuntut ilmu ke Iran dan Irak, pusat perguruan Syiah. Selama beberapa tahun, ia menjadi murid seorang sarjana syiah bernama Murtada an-Nasary.
Pada usia 20 tahun, Jamaluddin al-Afgani menjadi pembantu pangeran Muhammad Khan di Afghanistan pada tahun 1864 M, ia menjadi penasihat Sher Ali Khan, kemudian ia diangkat menjadi perdana menteri pada masa pemerintahan Muhammad ‘Azham Khan berkat kecerdasan dan kepribadiannya yang menarik. Jamaluddin al-Afgani banyak memperoleh pengalaman selam mengembara ke berbagai Negara, seperti ke India dan Mesir. Ia juga menjadi dosen kaum intelektual di Universitas al-Azhar Mesir. Di antara muridnya yang cukup terkenal adalah Muhammad Abduh dan Saad Zaglul.
b. Peranan Jamaluddin al-Afgani di Bidang Politik
Di kalangan umat Islam, Jamaluddin al-Afgani lebih dikenal sebagai pemimpin pergerakan politik daripada sebagai pemikir reformis dan modernisasi dalam Islam. Gerakan kesadaran yang dimulainya mengandung watak intelektual, budaya, sosial, politik dan keagamaan. Jamaluddin al-Afgani berkeinginan tinggi bahwa suatu saat Islam mampu membuka jalan dan dapat membendung serta mengatasi pengaruh negative dari barat. Oleh sebab itu, ia memilih jalan hidupnya sebagai politikus.
Keterlibatannya dalam politik, memudahkan Jamaluddin untuk membangun hubungan akrab dengan beberapa pemimpin Negara Islam dan non-Islam. Kesempatan baik ini digunakan Jamaluddin untuk menyebarkan dan memperkenalkan pikiran dan ide-ide perjuangannya. Maksudnya mencari dukungan orang-orang yang sepaham dan lebih simpati.
Menurut Harun Nasurtion, aktivitas-aktivitas politik Jamaluddin al-Afgani sebenarnya didasarkan pada ide-idenya tetang pembaruan pemikiran dalam Islam. Aktivitas politiknya timbul sebagai implikasi dari aktivitas pembaruan pemikiran dalam Islam.
Murtada Mutahari, pemikir kontenporer dari Iran, mengatakan bahwa politik Jamaluddin al-Afgani adalah sebagai berikut:
a. Mengadakan perjuangan melawan absolutism pemerintah
Jamaluddin al-Afgani berpendapat bahwa suksesnya langkah tersebut sangat ditentukan peran aktif umat Islam dan kesadaran terhadap hak-hak mereka yang diinjak-injak para penguasa (Barat). Tugas awal yang harus dilakukan adalah mengukuhkan keyakinan bahwa perjuangan politik merupakan kewajiban agama dan panggilan suci. Tugas ini menegaskan perlunya penekanan hubungan antara agama dan politik. Dalam Islam, hubungan antara agama dan politik bagaikan dua sisi mata uang yang tiak mungkin dipisahkan.
b. Mengerjakan ketertinggalan umat islam dalam pengetahuan, sains, dan teknologi modern
Langkah ini diambil Jamaluddin al-Afgani dengan cara mendirikan sekolah atau perguruan tinggi dan membentuk masyarakat ilmiah.
c. Mengembalikan pemahaman umat Islam terhadap ajaran-ajaran sumber aslinya
Jamaluddin al-Afgani memasukkan langkha ini agar umat Islam kembali pada al-Qur’an, sunah dan keteladanan para sahabat pada permulaan Islam. Dengan demikian, praktik korupsi dan manipulasi dapat dihilangkan.
d. Berjuang melawan kolonialisme asing (Barat)
Langkah ini berdasarkan pada realita bahwa Negara-negara Barat terlalu campur tangan terhadap urusan-urusan politik Negara Islam. Negara-negara Barat secara eksploitatif telah menjajah umat Islam, khususnya di bidang ekonomi, mereka mengeruk sumber-sumber kekuatan dan kekayaan ekonomi Negara Islam. Bahkan, mereka memasukkan unsur-unsur kultur barat ke dalam kultur kau muslmin. Menghadapi kenyataan ini, Jamluddin al-Alfgani membakar semangat untuk mengenyahkan penjajahan Barat meskipun dimusuhi penguasa Barat, akibatnya ia terpaksa harus berpindah-pindah dari Mesir ke India, Iran, Hijaz, Yaman, Turki, Rusia, Jerman, Perancis, dan Inggris.
e. Membangkitkan slogan persatuan Islam
Jamaluddin al-Afgani mementingkan langkah ini bagi umat Islam walaupun mereka berbeda mazhab atau aliran. Ia tidak suka dengan istilah Sunni, Syi’ah, atau fanatisme pada sekte tertentu. Jamaluddin al-Afgani sangat gigih memperjuangakan penolakannya terhadap paham sekterianisme dan nasionalisme menurut konsep Barat. Kedua paham ini terbukti merongrong ajaran dasar Islam. Oleh karena itu, ia berusaha mempersatukan dengan satu tali pengikat yaitu agama Islam (Pan-Islamisme).
c. Konsep Pan-Islamisme Jamaluddin al-Afgani
Gerakan Pan-Islamisme didirikan oleh Jamaluddin al-Afgani yang berpusat di Kabul, Afghanistan. Adapun tujuan didirikannya gerakan Pan-Islamisme adalah untuk memajukan umat Islam, menyatukan aliran modern, dan membentuk persatuan semua umat Islam di bawah satu khalifah pusat, sebagaimana pada zaman khalifah-khalifah terdahulu.
Gerakan Pan-Islamisme yang dimotori Jamaluddin al-Afgani terkenal sanat revolusioner dan antiimperialis. Oleh karena itu, ia disebut seorang penggerak Islam pada abad ke-19.
Pokok ajaran-ajaran Jamaluddin al-Afgani, antara lain:
a. Menggugah rasa solidaritas (ukhwah) mukmin seluruh dunia dan sebagai muktamarnya adalah ibadah haji di Mekkah;
b. Nasrani sekalipun berbeda keturunan kebangsaan, ketika menghadapi Timur (Islam), dapat bersatu untuk menghacurkan dunia Islam;
c. Mengenyahkan segala fanatisme golongan dan nasionalisme kebangsaan untuk menggalang kekuatan guna mengusir segala bentuk imperilisme Barat;
d. Bersatunya umat Islam yang tidak mengenal suku bangsa akan menciptakan sesuatu peradaban yang maju.
d. Peranan Jamaluddin al-Afgani pada Penerbitan ‘Urwatul Wuṡqā
Karena persoalan pilitik di Mesir, Jamaluddin al-Afgani akhirnya pergi ke Paris (Prancis). Di Paris inilah akhirnya ia mendirikan sebuah organisasi bernama ‘Urwatul Wuṡqā yang beranggotakan muslim militant dari India, Mesir, Syiria, dan Afrika Utara. Organisasi tersebut bertjuan memperkuat persaudaraan Islam, dan mendorong umat Islam mencapai kemajuan.
Oraganisasi ‘Urwatul Wuṡqā menebitkan majalah dalam bahasa arab yang bernama ‘Urwatul Wuṡqā. Karena isi gagasannya dianggap terlalu keras mengancam kekuasan penjajah Barat, majalah tersebut akhirnya dibredel dan dilarang beredar.
e. Meneladani Sikap Jamaluddin al-Afgani
Nama Jamaluddin al-Afgani sering diindentikan dengan dua gerakan yang secara gencar ia serukan. Pertama adalah nasionalisme yang dikampanyeannya, terutama di Mesir dan India untuk menentang Pan-Islamisme. Kedua adalah Pan-Islamisme atau persatuan Negara-negara Islam. Kejayaan melalui tersatuan inilah salah satu kunci pemikiran al-Afgani. Menurutnya, persatuan termasuk salah satu tiang agama Islam. Untuk itu ia mengimbau Negara-negara Islam agar bersatu.
Sikap Jamaluddin al-Afgani sebagai seorang nasionalis, pemikir, dan pembaru patut kita teladani. Setidaknya, ada tiga faktor, yaitu:
a. Seorang penggagas Pan-Islamisme, nasionalisme, anti-kolonialisme dan modernisme Islam;
b. Seorang orator dan pembicara yang kharismatik;
c. Sering berkunjung ke Negara-negara Islam, yang memungkinkan untuk menyebarkan
gagasannya kepada orang banyak;
d. Menyerukan persatuan dan kesatuan sebagai sendi kekuatan umat islam;
e. Menafsirkan kembali nilai-nilai Islam.
f. Ide Pembaharuanya
Melenyapkan pengertian-pengertian salah yang dianut umat pada umumnya, dan kembali kepada ajaran-ajaran dasar islam yang sebenarnya. Hati musti disucikan, budi pekerti luhur dihidupkan kembali, dan demikian pula kesedihan berkorban untuk kepentingan umat. Dengan berpedoman dengan ajaran-ajaran dasar islam, umat islam akan dapat bergerak maju mencapai kemajuan.
4. Muhammad Abduh
a. Riwayat Hidup
Muhammad Abduh merupakan salah satu tokoh pembaru Islam. Ia adalah murid dari Jamaluddin al-Afgani. Dalam perjuangannya, ia banyak memiliki kesamaan dengan gurunya.
Muhammad Abduh lahir di Mesir tahun 1949 M. Ayahnya Abduh Hasan Khairullah, bersal dari Turki, sedangkan ibunya seorang Arab yang silsilahnya sampai kepada suku Umar bin Khattab.
Muhammad Abduh termasuk anak yang cerdas, meskipun berasal dari keluarga petani miskin. Sejak kecil ia tekun belajar. Ia melanjutkan studinya di al-Azhar.
Ketika di al-Azhar, ia bertemu dengan Jamaluddin al-Afgani yang datang dari mesir. Ia sangat terkesan dengan pemikiran-pemikiran Jamaluddin al-Afgani.
Setelah menamatkan studinya di al-Azhar tahun 1977 M, ia mengajar di sana, kemudian Darul Ulum serta di rumahnya. Selain itu, ia juga aktif menulis di al-Ahram.
b. Peranan Muhammad Abduh di Bidang Politik
Akibat ketidaksenangan dan perlawanannya terhadap penguasa, ia dan Jamaluddin al-Afgani diusir ke paris. Di kota ini, mereka mendirikan majalah ‘Urwatul Wuṡqā.
Setelah selama setahun di Perancis. ia diizinkan kembali ke Mesir dan kemudian diangat menjadi rector al-Azhar, Kairo.
Sebagai rector, ia memasukkan kurikulum filsafat dalam pendidikan di al-Azhar. Upaya ini dilakukan untuk mengubah cara berfikir orang-orang al-Azhar. Usahanya ini mendapat tantangan keras dari para syekh al-Azhar lainnya yang masih berpikiran kolot. Oleh karena itu, usaha pembaruan yang dilakukannya lewat pendidikan di al-Azhar tidak berhasil. Meskipun begitu, ide-ide pembaruan yang dibawa Muhammad Abduh membawa dampak positif bagi perkembangan pemikiran dalam Islam.
c. Pemikiran Pembaruan Muhammad Abduh
Diantara ide-ide pembaruan yang dicanangkan Muhammad Abduh, antara lain:
a. Penghapusan paham jumud yang berkembang di dunia Islam saat itu;
b. Pembukuan pintu ijtihad sebagai dasar yang penting dalam menginterprestasikan kembali ajaran Islam;
c. Kekuasaan Negara harus dibatasi konstitusi yang telah dibuat Negara bersangkutan;
d. Memodernisasikan system pendidikan Islam di al-Azhar.
d. Menilai Pemikiran Pembaruan Muhammad Abduh
Syaikh Muhammad Abduh adalah salah seorang murid Jamaluddin al-Afgani yang cerdas dan cemerlang. Berbeda dengan sang guru, ia menyusun teori aktualisasi dan realitas Islam, bukan dengan terlebih dahulu merebut kekuasaan politik dan melakukan kontrol sosial. Dalam pandangan Abduh, untuk melaksanakan konsep seperti di atas, hal pertama yang harus dilakukan dunia Islam adalah menyadarkan kembali pada kemampuan dan kebebasan pemikiran rasional manusia di kalangan masyarakat Islam. Cara dengan menyadarkan dan membangkitkan semangat berpikir masyarakat Islam melalui pendidikan dengan mengorbankan semangat ijtihad, sebagaimana jalan yang pernah ditempuh Ibnu Taymiyah.
Muhammad Abduh dengan semangat baja berhasil memasukkan mata kuliah filsafat pada kurikulum Univesitas al-Azhar di Kairo, Mesir. Pandangan Abduh tersebut akhirnya membangkitkan kesadaran perlunya lembaga pendidikan sebagai wahana peningkatan kemampuan pemikiran rasional sebagai salah satu factor berijtihad. Usaha Abduh akhirnya mampu melahirkan pemikiran-pemikiran kreatif dari kalangan masyarakat Islam pada periode generasi sesudahnya. Dari kuliah dan tulisan Muhammad Abduh dapat dilihat kecenderungannya untuk menyajikan nilai-nilai modern yang intelektualistik.
Lebih jauh, Muhammad Abduh berpandangan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang konsisten mengajurkan penggunaan kemampuan manusia yang paling mapan dan objekti, yaitu kemampuan berfikir logis dan rasional. Konsepsi metodologis untuk mengembangkan pemikiran dan kemampuan manusia yang demikian itu baginya adalah filsafat. Menurut pandangan dan pemikiran Muhammad Abduh. Islam dan iman sebagai petunjuk Allah tidak mungkin bertentangan. Iman merupakan prinsip dasar eksistensi Islam.
Sejalan dengan metodoligi filosofinya, ia mengatakan bahwa eksistensi Islam secara sosiologis semata-mata menjadi tanggung jawab manusia. pernyataan Muhammad Abduh bahwa al-Islam Mahjubun bil-Muslimin, di mana realitas umat Islam tidak identic dengan kecemerlangan namanya. Hal itu merupakan konsep filosofisnya tentang perlunya peningkatan kemampuan pemikiran rasional manusia dalam suasana merdeka dan bebas aktif. Tujuannya untuk memperoleh hidayah dan memahami nilai ajaran Islam. Sayangnya, konsepsi itu tidak banyak dimengerti dunia Islam sendiri secara lebih tuntas.
Dengan ijtihad dan melalui penerapan metodologi filosofis, kecemerlangan dan ketinggian umat Islam akan dapat dipahami dan dimengerti manusia. dengan metodologi tersebut misteri ajaran Islam dapat diuraikan dalam dunia kemanusiaan secara sosiologis. Dengan demikian, ajaran Islam dapat diaktualisasikan dan direalisasikan secara fungsional sebagai petunjuk dan pedoman manusia. akhirnya, manusia dapat menata dan memperoleh kebahagiaan hidup.
Buku Muhammad Abduh yang terkenal dan berjudul Risalah at-Tauhid, memberi bukti kemampuan pemikiran rasional dan kritisnya sebagai ahli dalam ilmu kalam. Misteri hidayah Allah swt adalah sesuatu yang dapat dan harus dipahami manusia secara rasional. Berbagai pemikiran rasional, kritik, dan metodologi filosofis Muhammad Abduh harus dipahami sebagai upaya kemanusiaan yang bebas dalam konteks memahami, mengerti dan mengurai misteri hidayah Allah swt.
5. Rasyid Ridla (1865-1935)
Muhammad Rasyid Rida adalah salah satu seorang murid Muhammad Abduh, seperti pendahulunya, ia pun melakukan pembaruan dalam pemikiran Islam.
Rasyid Rida dilahirkan di al-Qalamun di pesisir Laut Tengah pada tanggal 23 september 1865 M. pendidikannya bermula dari Madrasah al-Kitab di al-Qalamun dan dilanjutkan ke Madrasah Rasyidah di Tripoli. Disini ia belajar nahwu, sharaf, berhitung, dasar-dasar geografi, akidah, ibadah, serta bahasa Arab dan Turki. Akan tetapi, ia tidak betah sekolah di sini karena bahasa pengantarnya bahasa Turki.
1. Peranan Muhammad Rasyid Rida dalam Pengembangan Pemikiran Muhammad Abduh
Rasyid Rida melanjutkan pendidikan tingginya di al-Azhar tahun 1989 M dan berguru kepada Muhammad Abduh. Bersama-sama Abdu, Rasyid Rida menerbitkan majalah al-Manar. Majalah ini memiliki tujuan yang sama dengan ‘Urwatul Wuṡqā, di antaranya adalah pembaruan dalam bidang agama, sosial, ekonomi, memberantas khufat dan bid’ah, menghilangkan paham fatalism, serta paham-paham yang dibawa tarekat. Ia juga meminta gurunya, Muhammad Abduh untuk menulis tafsir al-Qur’an secara modern.
Kemudian tafsir itu di kenal dengan al-Manār. Tafsri al-Manār ini disususn Rasyid Rida berdsarkan caramah-ceramah Muhammad Abduh. Karena Abduh wafat sebelum menyelesaikan tafsir seluruh ayat al-Qur’an, Rasyid Rida kemudian menyelesaikannya.
2. Pemikiran pembaruan Muhammad Rasyid Rida
Di antara ide-ide pemikiran pembaruan Muhammad Rasyid Rida adalah sebagai berikut:
a. Sikap aktif dan dinamis di kalangan umat.
b. Umat Islam harus meninggalkan sikaf fanatisme (taasubiyah).
c. Akal dapat dipergunakan untuk menafsirkan ayat atau hadis dengan tidak meninggalkan prinsip umum.
d. Umat Islam harus menguasai sains dan teknologi jika ingin maju.
e. Kemundururan umat islam disebabkan banyaknya unsur bidah dan khurafat yang masuk ke dalam ajaran Islam.
f. Kebahagian di dunia dan di akhirat diperoleh melalui hukum Islam yang diciptakan Allah swt.
g. Perlunya menghidupkan kembali system pemerintahan khalifah.
h. Khalifah adalah penguasa di seluruh dunia Islam yang mengurusi bidang agama dan politik.
i. Khalifah haruslah seorang yang mujtahid yang dibantu ulama dalam menerpkan prinsip-prinsip hukum Islam dengan tuntunan zaman.
6. Ahmad Khan (1817-1898)
a. Riwayat Hidup
Sayyid Ahmad Khan berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi Muhammad SAW melalui Fatimah dan Ali dan dia dilahirkan di Delhi pada tahun 1817 M. Nenek dari Syyaid Ahmad Khan adalah Syyid Hadi yang menjadi pembesar istana pada zaman Alamaghir II ( 1754-1759 ) dan dia sejak kecil mengenyam pendidikan tradisional dalam wilayah pengetahuan Agama dan belajar bahasa Arab dan juga pula belajar bahasa Persia. Ia adalah sosok orang yang gemar membaca buku dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan dia ketika berumur belasan tahun dia bekerja pada serikat India Timur. Bekerja pula sebagai Hakim, tetapi pada tahun 1846 ia kembali pulang ke kota kelahirannya Delhi.
Di kota inilah dia gunakan waktunya dan kesempatannya untuk menimba ilmu serta bergaul dengan tokoh – tokoh , pemuka Agama dan sekaligus mempelajari serta melihat peninggalan – peninggalan kejayaan Islam, seperti Nawab Ahmad Baksh, Nawab Mustafa Khan,Hakim Mahmud Khan, dan Nawab Aminuddin. Selama di Delhi Sayyid Ahmad Khan memulai untuk mengarang yang mana karyanya yang pertama adalah Asar As – Sanadid. Dan pada tahun 1855 dia pindah ( hijrah ) ke Bijnore, di tempat ini pula dia tetap mengarang buku – buku penting mengenai Islam di India. Pada tahun 1857 terjadi pemberontakan dan kekacauan di akibatkan politik di Delhi yang menyebabkan timbulnya kekerasan ( anarkis ) terhadap penduduk India. Ketika dia melihat keadaan masyarakat India kususnya Delhi, ia berfikir untuk meninggalkan India menuju Mesir, tetapi dia sadar dan terketuk hatinya harus memperjuangkan umat Islam India agar memjadi maju, maka ia berusaha mencegah terjadinya kekerasan dan konflik, serta mejadi penolong orang Inggris dari pembunuhan, hingga di beri gelar Sir, tetapi ia menolaknya atas gelar yang di berikan tersebut. Pada tahun 1861 ia mendirikan sekolah Inggris di Muradabad, dan pada tahun 1878 ia juga mendirikan sekolah Mohammedan Angio Oriental College ( MAOC ) di Aligarh yamg merupakan karya yamg paling bersejarah dan berpengaruh untuk memajukan perkembangan dan kemajuan Islam di India.
Ketika Inggris menginjakkan kakinya dan menancapkan benderanya di India, kemudian runtuhlah perbendaharaan Kerajaan Timur (diambil dari nama Timurlenk pendiri kedaulatan Mongol pada abad ke enambelas Masehi). Yang menjadi tujuan mereka adalah untuk melemahkan aqidah ummat Islam dan agar mereka (ummat Islam) menganut paham orang-orang Inggris. Tujuan yang lain adalah untuk mempersempit kehidupan ummat Islam dengan mengadakan berbagai penekanan dan paksaan-paksaan. Dengan demikian maka ummat Islam tidak akan mengenal aqidah Islam yang sebenarnya dan akan melalaikan kewajibannya. Ketika para pemerintah lalim itu gagal memanfaatkan cara pertama, mereka mempergunakan cara yang kedua. Mereka mulai merencanakan untuk menghilangkan Agama Islam dari India, sebab mereka hanya takut menghadapi kaum muslimin yang kehilangan pemimpin dan hak-hak mereka.
Maka datanglah seorang bernama Sayyid Ahmad Khan (gelar bangsawan di India) mendekati penjajah Inggris untuk meraih keuntungan. Mulai dia melangkah untuk meninggalkan agamanya (Islam) dan menganut agama yang dipeluk oleh bangsa Inggris. Ia mulai menulis sebuah buku dimana ia menyatakan bahwa Taurat dan Injil tidak pernah diubah-ubah oleh tangan manusia, untuk mendapatkan pangkat dari tangan penjajah. Orang Inggris tidak percaya kepadanya sehingga ia benar-benar menyatakan bahwa dirinya adalah “seorang Kristen”.
Ia sadar bahwa usahanya yang hina ini sia-sia belaka dan ia tidak mampu mengubah agama penganut Islam kecuali beberapa orang saja. Maka ia memulai cara lain dalam pengabdiannya kepada pemerintah Inggris: dengan memecah belah persatuan ummat Islam. Ia memunculkan dirinya sebagai seorang naturalis ateis dan menyatakan bahwa tak ada sesuatu apapun kecuali alam (nature) dan bahwa alam ini tidak ada Tuhan yang menciptakan, Ia menyatakan bahwa semua Nabi adalah naturalis, tidak percaya kepada Tuhan yang membuat undang-undang. Pemerintah Inggris merasa bahagia dengan usahanya itu, dan melihat bahwa cara tersebut adalah yang paling baik untuk merusak hati kaum Muslimin. Mereka menghormati dan menjunjung Ahmad Khan dan membantu dia untuk mendirikan sekolah di Alighar dengan nama sekolah “Muhammadiyin”, sebagai perangkap untuk menghimpun pemuda-pemuda Mu’min dan dididik menurut pemikiran Ahmad Khan.
Ahmad Khan juga menulis sebuah tafsir Al Qur’an, dimana ia banyak mengubah maksud yang sebenarnya. Ia menerbitkan majalah bernama Tahdzibul-Akhlaq yang isinya hanya membingungkan pikiran kaum Muslimin dan memecah belah mereka serta menyalakan api permusuhan antara ummat Islam India dan yang lain, khususnya warga kerajaan Ottoman. Secara terus terang ia menghilangkan seluruh agama yang ada, namun pada hakekatnya agama Islam, Ia mengajak manusia untuk kembali ke “alam”, dengan alasan bahwa bangsa Eropa tidak akan maju peradabannya dan tidak akan memiliki ilmu pengetahuan, kerendahan hati dan kekuatan yang begitu tinggi kecuali dengan membuang agama dan kembali kepada maksud agama yang sebenarnya, yaitu menyelidiki nature (alam). Itulah pendapatnya.
Sistem penafsiran Ahmad Khan terhadap Al Qur’an didasarkan atas dasar nature (alam), yang menentang adanya Mu’jizat dan hal-hal yang ada diluar kebiasaan. Maka ia menyatakan bahwa “kenabian” adalah tujuan yang dapat diperoleh dengan jalan latihan jiwa (Riyadloh Nafsiyah), tujuan tersebut adalah alami dan manusiawi, dan caranya pun manusiawi tidak luar biasa. Namun demikian ia mengakui Muhammad sebagai penutup Risalah Ilahi.
Ketika menerangkan ayat tentang peperangan, ia melemahkan kewajiban jihad pada masa yang akan datang. Dan ayat yang berhubungan dengan Ahlul Kitab, ia tafsirkan bahwa tak ada jarak antara ahlul kitab dan ummat Islam. Ia mengajak kerja sama antara orang-orang Islam dan orang-orang Barat, ia mengajak kepada Humanisme Agama (yakni kemanusiaan yang dianjurkan oleh semua agama samawi). Dalam konsep tersebut tak ada perbedaan negara, bangsa, agama, dan paham. Dengan demikian Ahmad Khan memiliki jasa di bidang politik dan pendidikan disertai motivasi pembaharuan agama.
Sayyid Ahmad Khan yang kemudian dihujat dan dicap kafir oleh para ulama’ Makkah, beliau tidak langsung putus asa dalam memperjuangkan pendapatnya, bahkan beliau tidak menggubrisnya. Sementara menurut cendekiawan muda Muslim India, beliau diagungkan karena memiliki ide-ide yang cemerlang untuk membangkitkan ummat Islam India dari keterpurukan.
Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa peningkatan kedudukan umat Islam India, dapat diwujudkan hanya dengan bekerja sama dengan Inggris. Inggris merupakan penguasa yang terkuat di India dan menentang kekuasaan, itu tidak akan membawa kebaikan bagi umat Islam India. Hal ini akan membuat mereka tetap mundur dan akhirnya akan jauh ketinggalan dari masyarakat Hindhu India.
Jalan yang harus ditempuh umat Islam untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperlukan itu bukanlah bekerja sama dengan Hindu dalam menentang Inggris tetapi memperbaiki dan memperkuat hubungan baik dengan Inggris.
Ia berusaha meyakinkan pihak Inggris bahwa dalam pemberontakan 1857, umat Islam tidak memainkan peranan utama. Untuk itu Ia keluarkan pamflet yang mengandung penjelasan tentang hal-hal yang membawa pada pecahnya pemberontakan 1857. diantara sebab-sebab yang ia sebut adalah yang berikut:
1. Intervensi Inggris dalam soal keagamaan, seperti pendidikan agama Kristen yang diberikan kepada yatim piatu di panti-panti yang diasuh oleh orang Inggris, pembentukan sekolah-sekolah misi Kristen, dan penghapusan pendidikan agama dari perguruan-perguruan tinggi.
2. Tidak turut sertanya orang-orang India, baik Islam maupun Hindu, dalam lembaga-lembaga perwakilan rakyat, hal yang membawa kepada:
· Rakyat India tidak mengetahui tujuan dan niat Inggris, mereka anggap Inggris datang untuk merobah agama mereka menjadi Kristen.
· Pemerintah Inggris tidak mengetahui keluhan-keluhan rakyat India.
· Pemerintah Inggris tidak berusaha mengikat tali persahabatan dengan rakyat India, sedang kestabilan dalam pemerintahan bergantung pada hubungan baik dengan rakyat. Sikap tidak menghargai dan tidak menghormati rakyat India, membawa kepada akibat yang tidak baik.
Atas usaha-usahanya dan atas sikap setia yang ia tunjukkan terhadap Inggris, Sayyid Ahmad Khan akhirnya berhasil dalam merobah pandangan Inggris terhadap umat Islam India. Dan sementara itu anjuran supaya jangan mengambil sikap melawan tetapi sikap berteman dan bersahabat dengan Inggris untuk menjalin hubungan baik antara orang Inggris dan umat Islam. Agar umat Islam dapat ditolong dari kemundurannya, telah dapat diwujudkan dimasa hidupnya.
Diantara ide-ide yang cemerlang itu adalah sebagai berikut :
1. Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa peningkatan kedudukan ummat Islam India, dapat diwujudkan dengan hanya bekerjasama dengan Inggris. Inggris merupakan penguasa terkuat di India, dan menentang kekuasaan itu tidak membawa kebaikan bagi ummat Islam India. Hal ini akan membuat mereka tetap mundur dan akhirnya akan jauh ketinggalan dari masyarakat Hindu India. Disamping itu dasar ketinggian dan kekuatan barat, termasuk didalamnya Inggris, ialah ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Untuk dapat maju, ummat Islam harus pula menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern itu. Jalan yang harus ditempuh ummat Islam untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang diperlukan itu bukanlah kerjasama dengan Hindu dalam menentang Inggris tetapi memperbaiki dan memperkuat hubungan baik dengan Inggris. Ia berusaha meyakinkan pihak Inggris bahwa dalam pemberontakan 1857, ummat Islam tidak memainkan peranan utama. Atas usaha-usahanya dan atas sikap setia yang ia tunjukkan terhadap Inggris. Sayyid Ahmad Khan akhirnya berhasil dalam merobah pandangan Ingris terhadap ummat Islam India. Dan sementara itu kepada ummat Islam ia anjurkan supaya jangan mengambil sikap melawan, tetapi sikap berteman dan bersahabat dengan inggris. Cita citanya untuk menjalani hubungan baik antara inggris dan umat islam, agar demikian ummat islam dapat di tolong dari kemunduranya ,telah dapat di wujudkan di masa hidupnya.
2. Sayid Ahmad Khan melihat bahwa ummat Islam India mundur karena mereka tidak mengikuti perkembangan zaman. Peradaban Islam klasik telah hilang dan telah timbul peradaban baru di barat. Dasar peradaban baru ini ialah ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi modern adalah hasil pemikiran manusia. Oleh karena itu akal mendapat penghargaan tinggi bagi Sayyid Ahmad Khan. Tetapi sebagai orang Islam yang percaya kapada wahyu, ia berpendapat bahwa kekuatan akal bukan tidak terbatas. Karena ia percaya pada kekuatan dan kebebasan akal, sungguhpun mempunyai batas, ia percaya pada kebebasan dan kemerdekaan manusia dalam menentukan kehendak dan melakukan perbuatan Alam, Sayyid Ahmad Khan selanjutnya, berjalan dan beredar sesuai dengan hukum alam yang telah ditentukan Tuhan itu. Segalanya dalam alam terjadi menurut hukum sebab akibat. Tetapi wujud semuanya tergantung pada sebab pertama (Tuhan). Kalau ada sesuatu yang putus hubungannya dengan sebab pertama, maka wujud sesuatu itu akan lenyap.
3. Sejalan dengan ide-ide diatas, ia menolak faham Taklid bahkan tidak segan-segan menyerang faham ini. Sumber ajaran Islam menurut pendapatnya hanyalah Al Qur’an dan Al Hadist. Pendapat ulama’ di masa lampau tidak mengikat bagi ummat Islam dan diantara pendapat mereka ada yang tidak sesuai lagi dengan zaman modern. Pendapat serupa itu dapat ditinggalkan. Masyarakat manusia senantiasa mengalami perubahan dan oleh karena itu perlu diadakan ijtihad baru untuk menyesuaikan pelaksanaan ajaran-ajaran Islam dengan suasana masyarakat yang berobah itu. Dalam mengadakan ijtihad, ijma’ dan qiyas baginya tidak merupakan sumber ajaran Islam yang bersifat absolute. Hadits juga tidak semuanya diterimanya karena ada hadits buat-buatan. Hadits dapat ia terima sebagai sumber hanya setelah diadakan penelitian yang seksama tentang keasliannya.
4. Yang menjadi dasar bagi system perkawinan dalam Islam, menurut pendapatnya, adalah system monogamy, dan bukan system poligami sebagaimana telah dijelaskan oleh ulama’-ulama’ dizaman itu. Poligami adalah pengecualian bagi system monogamy itu. Poligami tidak dianjurkan tetapi dibolehkan dalam kasus-kasus tertentu. Hukum pemotongan tangan bagi pencuri bukan suatu hukum yang wajib dilaksanakan, tetapi hanya merupakan hukum maksimal yang dijatuhkan dalam keadaan tertentu. Disamping hukum potong tangan terdapat hukum penjara bagi pencuri. Perbudakan yang disebut dalam Al Qur’an hanyalah terbatas pada hari-hari pertama dari perjuangan Islam. Sesudah jatuh dan menyerahnya kota Makkah, perbudakan tidak dibolehkan lagi dalam Islam. Tujuan sebenarnya dari do’a ialah merasakan kehadiran Tuhan, dengan lain kata do’a diperlukan untuk urusan spiritual dan ketenteraman jiwa. Faham bahwa tujuan do’a adalah meminta sesuatu dari Tuhan dan bahwa Tuhan mengabulkan permintaan itu, ia tolak. Kebanyakan do’a, demikian ia menjelaskan, tidak pernah dikabulkan Tuhan.
5. Dalam ide politik, Sayyid Ahmad Khan, berpendapat bahwa ummat Islam merupakan satu ummat yang tidak dapat membentuk suatu Negara dengan ummat Hindu. Ummat Islam harus mempunyai Negara tersendiri,. Bersatu dengan ummat Hindu dalam satu Negara akan membuat minoritas Islam yang rendah kemajuannya, akan lenyap dalam mayoritas ummat Hindu yang lebih tinggi kemajuannya.
Inilah pokok-pokok pemikiran Sayyid Ahmad Khan mengenai pembaharuan dalam Islam. Ide-ide yang dimajukannya banyak persamaannya dengan pemikiran Muhammad Abduh di Mesir. Kedua pemuka pembaharuan ini sama-sama memberi penghargaan tinggi kepada akal manusia, sama-sama menganut faham Qadariyah, sama-sama percaya kepada hukum alam ciptaan Tuhan, sama-sama menentang taklid, dan sama-sama membuka pintu ijtihad yang dianggap tertutup oleh ummat Islam pada umumnya diwaktu itu.
D. Usaha-usaha yang dicapai oleh Sayyid Ahmad Khan.
Sebagai telah tersebut diatas, jalan bagi ummat Islam India untuk melepaskan diri dari kemunduran dan selanjutnya mencapai kemajuan, ialah memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern Barat. Dan agar yang tersebut akhir ini dapat dicapai sikap mental ummat yang kurang percaya kepada kekuatan akal, kurang percaya pada kebebasan manusia dan kurang percaya pada kebebasan manusia dan kurang percaya pada adanya hukum alam, harus dirubah terlebih dahulu.
Perubahan sikap mental itu ia usahakan melalui tulisan-tulisan dalam bentuk buku dan artikel-artikel dalam bentuk majalah Tahzib Al Akhlaq. Usaha melalui pendidikan juga ia tidak lupakan, bahkan pada akhirnya kedalam lapangan inilah ia curahkan perhatian dan pusatkan usahanya.Di tahun 1876 ia dirikan sekolah Inggris di Muradabad.
Di tahun 1879 ia mendirikan sekolah Muhammedan Anglo Oriental College (MAOC) di Aligarh yang merupakan karyanya yang bersejarah dan berpengaruh dalam cita-citanya untuk memajukan ummat Islam India.
3. Cerita Singkat Masuknya Islam Ke Indonesia
Sepeninggalan nabi agung Muhammad SAW tepatnya pada 632 M silam, kepemimpinan agama Islam tidak berhenti begitu saja. Kepemimpinan Islam diteruskan oleh para khalifah dan disebarkan ke seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia. Hebatnya baru sampai abad ke 8 Islam telah menyebar hingga ke seluruh afrika, timur tengah, dan benua eropa. Baru pada dinasti Ummayah perkembangan islam masuk ke nusantara.
Zaman dahulu Indonesia dikenal sebagai daerah terkenal akan hasil rempah-rempahnya, sehingga banyak sekali para pedagand dan saudagar dari seluruh dunia datang ke kepulauan Indonesia untuk berdagang. Hal tersebut juga menarik pedagang asal Arab, Gujarat, dan juga Persia. Sambil berdagang para pedagang muslim sembari berdakwak untuk mengenalkan ajaran Islam kepada para penduduk
Teori Masuknya Islam ke Idonesia
Menurut para sejarawan, pada abad ke-13 Masehi islam sudah masuk ke nusantara yang dibawa oleh para pedagan muslim. Namun untuk lebih pastinya para ahli masih terdapat perbedaan pendapat dari para sejarawan. Namun setidaknya 3 tiga teori tentang masuknya Islam ke Indonesia
1. Teori Gujarat
Teori ini dipelopori oleh ahli sejarah Snouck Hurgronje, menurutnya agama Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang Gujarat pada abad ke-13 masehi.
2. Teori Persia
P.A Husein Hidayat mempelopori teori ini, menyatakan bahwa agama Islam dibawa oleh pedagang Persia (Iran), hal ini berdasarkan kesamaan antara kebudayaan islam di Indonesia dengan Persia.
3. Teori Mekkah
Teori ini menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia langsung dibawa para pedagah Mekkah, teori ini berlandaskan sebuah berita dari China yang menyatakan jika pada abad ke-7 sudah terdapat perkampungan muslim di pantai barat Sumatera.
Proses Masuknya Islam ke Nusantara
Masuknya islam di Indonesia berlangsung secara damai dan menyesuaikan dengan adat serta istiadat penduduk lokal. Ajaran islam yang tidak mengenal perbedaan kasta membuat ajaran ini sangat diterima penduduk lokal. Proses masuknya islam dilakukan melalui cara berikut ini.
1. Perdagangan
Letak Indonesia yang sangat strategis di jalur perdagangan di masa itu membuat Indonesia banyak disinggahi para pedagang dunia termasuk pedagang muslim. Banyak dari mereka yang akhirnya tinggal dan membangun perkampungan muslim, tak jarang mereka juga sering mendatangkan para ulama dari negeri asal mereka untuk berdakwah. Hal inilah yang diduga memiliki peran penting dalam penyebaran ajaran Islam di nusantara.
2. Perkawinan
Penduduk lokal beranggapan bahwa para pedagang muslim ini adalah kalangan yang terpandang, sehingga banyak penguasa pribumi yang menikahkan anak mereka dengan para pedagang muslim. Sebagai sayarat sang gadis harus memeluk islam terlebih dahilu, hal inilah yang diduga memperlancar penyebaran ajaran islam.
3. Pendidikan
Setelah perkampungan islam terbentuk, mereka mulai mendirikan fasilitas pendidikan berupa pondok pesantren yang dipimpin langsung oleh guru agama dan para ulama. Para lulusan pesantren akan pulang ke kampung halaman dan menyebarkan ajaran islam di daerah masing-masing.
4. Kesenian
Wayang merupakan warisan budaya yang masih terjagan hingga saat ini, dalam penyebaran ajaran islam wayang memiliki perang yang sangat konkrit. Contohnya sunan kalijaga yang merupakan salah satu tokoh islam menggunakan pementasan wayang untuk berdakwah